Mengenal Tipe-Tipe Pemutusan Hubungan Kerja

Sumber gambar: detik.com

Berita terhangat saat ini di dunia profesional adalah dilakukannya pemutusan hubungan kerja oleh salah satu perusahaan unicorn di Indonesia, yaitu Gojek. Dilansir www.kompas.com, sebanyak 430 karyawan dirumahkan sebagai bagian dari strategi bisnis perusahaan yang ingin fokus pada layanan inti. Tidak hanya merumahkan karyawannya, Gojek juga menutup sebagian layanan atau produknya agar bisa fokus pada layanan inti yang dimiliki perusahaan.

Pemutusan hubungan kerja menjadi hal yang jamak di masa pandemi seperti ini. Ibarat latah, satu per satu perusahaan merumahkan karyawannya dengan berbagai alasan, mulai dari mempertahankan kelangsungan perusahaan, mengurangi biaya, hingga perubahan strategi bisnis. Tipe pemutusan yang dilakukan pun, sejauh yang saya baca di berita, bermacam-macam. 

Pada tulisan kali ini, saya ingin mencoba sharing beberapa tipe pemutusan hubungan kerja yang telah dan mungkin untuk terjadi, yaitu:

1. PHK Murni

Ini adalah tipe pemutusan yang bentuknya memang PHK atau pemutusan langsung tanpa ada mekanisme aneh-aneh. Dalam tipe ini, biasanya perusahaan akan memberikan tenggat waktu kepada pegawai mengenai hari terakhir dia bekerja dan tentunya perusahaan diwajibkan untuk memberikan kompensasi sesuai dengan undang-undang.

Masalah pada tipe ini biasanya muncul pada perusahaan yang ingin melakukan pemutusan dengan tujuan mengurangi biaya. Alih-alih berhemat, tipe pemutusan ini justru mengharuskan perusahaan mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk kompensasi pegawainya. Oleh karena itu, meski tipe pemutusan ini yang rasanya paling fair, namun tipe ini yang sepertinya cukup jarang dilakukan oleh perusahaan.

2. Force Unpaid Leave

Seperti namanya, Unpaid Leave adalah cuti tidak dibayar. Dan Force Unpaid Leave artinya adalah pegawai dipaksa untuk mengambil cuti yang tidak dibayar itu tadi. Jadi, secara status, pegawai tersebut masih terdaftar sebagai pegawai perusahaan namun kondisinya adalah ia tidak bekerja karena cuti dan tidak dibayar pula.

Tipe ini menurut saya agak 'licik' karena tujuan dari tipe ini jelas untuk membuat si pegawai pada akhirnya akan resign sendiri karena kondisi unpaid leave yang dipaksa tersebut. Dengan tipe ini, perusahaan tidak perlu mengeluarkan dana sepeserpun untuk kompensasi pegawainya. Pasalnya, unpaid leave adalah cuti yang memang tidak dibayar, dan jika si pegawai resign, perusahaan juga tidak berkewajiban memberikan kompensasi apapun terhadap resignnya pegawai tersebut.

Kelemahannya, jika biasanya pegawai mengajukan cuti harus dengan persetujuan pihak perusahaan, maka saya rasa Force Unpaid Leave seharusnya hanya dapat terjadi jika si pegawai menyetujuinya. Jika pegawai tidak menyetujui Unpaid Leave yang dipaksa perusahaan, maka seharusnya hal tersebut tidak dapat terjadi.

3. Managed Service

Tipe ini biasanya terjadi di perusahaan telekomunikasi. Jadi, tipe pemutusan hubungan kerja ini adalah tipe yang merumahkan pegawai dengan tidak merumahkannya secara penuh, melainkan memindahkannya ke perusahaan partner yang menjadi managed service di perusahaan tersebut.

Jadi, secara pekerjaan, pegawai tersebut tetap bekerja di perusahaan yang sama. Hanya saja, secara payroll, kompensasi, dan benefit, pegawai tersebut tidak lagi menjadi tanggungan perusahaan yang sama, melainkan menjadi tanggungan perusahaan rekanan yang menjadi managed service di sana.

Tipe ini sendiri memiliki keuntungan di mana pada dasarnya pegawai tidak benar-benar kehilangan pekerjaan, melainkan hanya berpindah administrasi status kepegawaian. Selain itu, bisa jadi sebuah keuntungan jika ternyata perusahaan rekanan yang menjadi managed service memiliki rate gaji lebih tinggi atau bahkan paket kompensasi dan benefit yang lebih menarik ketimbang perusahaan asalnya.

Kelemahannya, biasanya dari status. Jika di perusahaan asal bisa jadi sudah pegawai tetap, saya sendiri tidak yakin di perusahaan partner statusnya adalah pegawai tetap juga. Kemungkinan, status si pegawai di perusahaan partner tersebut adalah kontrak atau hanya outsource sehingga keamanan pekerjaan ketika dipindahkan paksa ke perusahaan partner akan berkurang atau bahkan menghilang.

4. Tidak Perpanjang Kontrak

Ini adalah tipe yang cukup jamak dan paling rentan dialami teman-teman yang status kepegawaiannya adalah kontrak. Dengan tipe ini, perusahaan tidak perlu memberikan kompensasi apapun kepada pegawainya. Sepertinya, hal itu juga lah yang menjadi pemicu banyaknya perusahaan zaman sekarang menerapkan kepegawaian dengan model "kontrak 1 tahun lalu permanen" ketimbang "permanen dengan 3 bulan percobaan".

5. Nonaktif

Ini yang menurut saya paling berbahaya di antara yang lainnya. Nonaktif di sini agak mirip dengan Force Unpaid Leave yang saya sebutkan di atas. Bedanya, dalam kasus Nonaktif, pegawai tetap memiliki kewajiban untuk bekerja, tapi tidak diberikan pekerjaan apapun dan bahkan terkesan sudah tidak dianggap sebagai bagian dari tim tempatnya berada.

Meski pada dasarnya pegawai diuntungkan karena ia sebenarnya tetap mendapat gaji dan sebagainya, kondisi nonaktif ini akan berdampak buruk bagi si pegawai dalam jangka panjang. Ketika appraisal misalnya, ia akan diidentifikasi sebagai orang yang tidak achieve padahal bukan kesalahannya. Pada akhirnya, si pegawai tersebut akan resign dengan sendirinya demi menyelamatkan karirnya secara jangka panjang.

---000---

Demikian tipe-tipe pemutusan hubungan kerja yang pernah saya baca di berita dan sharingnya di sosial media Linkedin. Apapun kondisi perusahaan, tentunya kita berharap perusahaan tetap dapat menjaga kesejahteraan baik karyawannya atau pun calon mantan karyawannya. Karena yakinlah, bagaimana perilaku perusahaan terhadap karyawan akan menjadi branding tersendiri bagi perusahaan di masyarakat. Dan bagi rekan-rekan yang terdampak, semoga tetap kuat dan yakin lah bahwa rezeki sudah ada yang menyiapkan.

Apakah kamu pernah mengetahui tipe pemutusan hubungan kerja yang lain? Yuk sharing di kolom komentar!

Comments